Jumat, 31 Januari 2020

2019 Itu Memang Gila

     Meninggalkan istri yang sedang hamil itu berat. Tapi ternyata meninggalkan istri sedang beranak kecil, lebih berat. Itu yang saya alami pada 2019, setelah pada 2018 ditugaskan di Kabupaten Kampar. Istri di Siak Hulu, saya di Bangkinang. Jaraknya sekitar 80 menit dengan sepeda motor.

     Saya bekerja di sebuah perusahaan yang besar, terbesar malah untuk pangsa pasarnya. Saya bilang begitu karena perusahaan ini punya ''anak'' di lima provinsi. Namun kapal besar yang sudah berumur 28 tahun, tapi anak sudah terlanjut banyak. Beberapa masih menyusui.

      Kapal besar tidak lagi main di selat, apalagi di sungai. Tapi dipaksa berlayar ke laut lepas. Laut lepas itu bernama era digital. Yang diarungi bukan ombak Laut Cina Selatan, tapi tsunami informasi dari media sosial.

      Makin tinggi pohon, makin besar angin yang menerpa. Tahun ini agaknya revolusi. Kekeluargaan di perusahaan masih kuat, tapi mungkin mulai menerapkan disiplin gaya ''patrialinelistik''. Gambarannya, atasan itu mungkin Bapak, keluarga paling dekat. Tapi kalu anaknya degil, anak tetap dilibas seperti melibas orang lain.

      Tuntutan besar. Tidak hanya produktivitas, tapi juga terkait kualitas, sekaligus profitabilitas dari masing-masing individu juga dituntut. Semua harus sejalan. Produktivias harus nomor satu, begitunya dengan kualitas, tapi profitabilitas tidak boleh dinomorduakan.

       Itu semua harus bisa sejalan dan sama kuat dan harus ditingkatkan. Kalau perlu diperah. Kalau kata Bosnya Bos Besar asal Surabaya itu, sekali perintah keluar, ya harus bisa. Tidak boleh tidak bisa.

      Padahal kondisi saat itu, tidak hanya tsunami informasi yang dilawan. Tapi benar-benar tsunami bagi kami yang sudah mulai tergolong manja. Tsunami bagi kami yang sudah mulai terbuai dengan kebesaran selama 28 tahun. Logistik lebih sering menipis. 2019 memang gila!

      Tapi tahun itu, yang penuh keringat itu, seperti terbayar di akhir tahun. Ketika usia kami menginjak 29 tahun. Ternyata kami benar-benar bisa. Target tercapai, produktivitas boleh juga. Tapi kualitas? Ada tiga penghargaan nasional plus 1 penghargaan individu paling prestisius tingkat nasional untuk profesi utama dalam menjalankan bisnis tipe perusahaan ini.

      Layak dirayakan. Sehari dua hari iya. Gembira, banga dan lena. Tapi kapal besar sedang menuju laut lepas dengan tsunami yang lebih besar. Seperti tidak ada waktu untuk bersantai. Menjalani hidup dan hari-hari tanpa koma.

*Tanggapan terhadap tiga penghargaan yang digapai Riau Pos dalam ajang penghargaan tahunan Jawa Pos Group dan kembali dapatnya Adinegoro bang Muhammad Amin. Semoga saya segera nyusul Bang Amin. Kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa Komentar Anda? dan coba jelaskan mengapa tidak berkomentar.. (don't do spam yach ^_^)